Sepasang suami istri dibunuh secara sadis. Kasus ini bermula saat Deni Yonatan Fernando Irawat (25) meminta tolong kepada Adi Wibowo alias Didik (56) dan Suprihatin (50) untuk mengurus pajak motor.
Nando sapaan akrab Deni Yonatan Fernando Irawat ini memberiikan sejumlah uang namun hingga setahun lamanya surat pajak motor tak kunjung selesai. Saat ditagih, Suprihatin mencaci maki Nando hal ini memancing emosinya.
Nando menccopot kaki meja marmer dan memukulkannya ke leher belakang Suprihatin sebanyak dua kali. Tak hanya itu Nando juga menyeret tubuh Suprihatin dan membenturkannya ke dinding hingga memasukkan ujung senapan ke organ vital Suprihatin.
Dalam menjalankan aksinya Nando tidak sendiri, ia dibantu oleh rekannya yaitu Rizal. Nando yang menyerang bagian leher Adi Wibowo saat tertidur dan Rizal menghapus jejak degan pembersih lantai.
“Setelah korban meninggal, Nando melihat ke kamar belakang dan melihat korban Adi Wibowo sedang tidur,” kata JPU Anik Partini.
Setelah menghabisi suami istri tersebut Nando membuang senapan angin ke kebun belakaang rumah korban, tetapi keesokan harinya ia mengambil kembali senapan itu dan dibawanya kabur ke Kalimantan.
Mayat korban ditemukan setelah tiga hari kemudian (8/11/19) dalam keadaan sudah membusuk.
Atas perbuatannya Deni Yonatan Fernando Irawan (25) dan Muhammad Rizal Saputra (22) dituntut hukuman 15 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum saat sidang di PN Tulungagung, Rabu (11/3/2020).
Mereka didakawa membunuh suami istri asal Kecamatan Campurdarat, Tulungagung dengan sadis pada 5 November 2018 lalu.
Ketika persidangan terdapat bekas kaki yang identik dengan kaki Rizal pada rumah korban. Ternyata terdakwa sempat mecopot sendalnya karena lengket akibat dari darah korban.
Penasehat hukum terdakwa, Bambang Suhantoko menjelaskan dua kliennya telah mencabut keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepolisian.
Pencabutan BAP karena terdapat trauma psikis pada saat penangkapan pelaku di Kalimantan. Namun pencabutan ini membuat terdakwa rugi.
Bambang tidak heran jika JPU memberika hukuman yang maksimal dan ia siap menyampaikan materi yang bisa mematahkan dakwaan hakim.
Jika motif pembunuhan itu karena pengurusan surat-surat kendaraan, seharusnya ada bukti suratnya. Dia menilai motif itu terkesan dicari-cari.
Apalagi satu bukti yang disampaikan JPU adalah bekas tapak kaki.
Menurutnya, secara teori tidak ada identifikasi berdasarkan telapak kaki, karena tapak kaki antara satu orang dan yang lain bisa saja sama ukurannya.