Inafeed.com – Dilansir dari VIVAnews pada Senin (18/5/20) seorang sopir bus pariwisata nekat mudik dengan berjalan kaki dari Cibubur tujuan Solo. Pemudik yang memilih pulang kampung dengan berjalan kaki itu bernama Maulana Arif Budi Satrio.
Satrio memutuskan mudik setelah perusahaan tempatnya bekerja melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada para karyawannya. Sebelum terkena PHK, dirinya merupakan pengemudi bus pariwisata yang bermarkas di Cibubur sejak 2017.
Sejak pandemi covid-19 merebak di Tanah Air, berakibat pada pariwisata yang menjadi sektor pertama yang paling terkena dampaknya. Tidak bisa dipungkiri, dampak tersebut ikut mempengaruhi bisnis persewaan bus pariwisata sejak bulan Maret.
Satrio memaklumi dengan keputusan perusahaan tempat dirinya bekerja yang melakukan PHK kepada para pegawai dan kru bus pada awal Mei lalu. Dengan sangat terpaksa dirinya harus memutar otak untuk bisa bertahan hidup di perantuan tanpa penghasilan.
“Saat di-PHK, belum ada gaji, belum ada THR dan lainnya,” kata dia ketika ditemui di tempat karantina di Graha Wisata Niaga Solo, Senin, 18 Mei 2020.
Kemudian, Satrio mendapatkan ide untuk mudik ke Solo setelah menyerahkan kontrakan kepada temannya. Ia merasa temannya yang memiliki anak kecil lebih membutuhkan kontrakan untuk tempat tinggal.
Satrio awalnya mencoba alternatif mudik dengan memanfaatkan moda angkutan transportasi umum bus dan ia harus membayar sebesar Rp500 ribu untuk membeli tiket. Namun, moda transportasi itu tidak sesuai harapan.
Dirinya memesan angkutan bus tetapi yang datang malah mobil ELF. Karena tidak mau menggunakan mobil ELF akhirnya ia memutuskan untuk tidak jadi berangkat.
Satrio kembali mencoba mudik dengan kendaraan pribadi namun sesampainya di tol Cikarang malah diminta memutar ke kota awal pemberangkatan.
Setelah segala cara Satrio lakukan untuk bisa mudik gagal. Akhirnya ia memutuskan untuk jalan kaki. Berangkat dari Cibubur pada 11 Mei 2020 usai salat Subuh dengan membawa bekal dua tas yang terdiri dari tas gendong dan tas srempang serta sepatu yang dibungkus kresek.
“Saya memutuskan jalan kaki karena Allah memberikan dua kaki. Saya niatkan untuk pulang dengan berjalan kaki,” kata Satrio
Pria 38 tahun itu berjalan kaki hanya dengan menggunakan celana pendek serta kaos dan penutup wajah. Sedangkan untuk alas kaki, ia lebih memilih mengenakan sandal jepit ketimbang sepatu.
Menurutnya medan yang paling berat saat menapaki jalanan di wilayah Karawang Timur hingga Tegal. Cuaca yang panas namun tetap menjalankan puasa. Ia berjalan kaki sejauh 100 kilometer dengan durasi waktu antara 12-14 jam setiap harinya.
“Saking lamanya berjalan di bawah terik matahari, kulit saya sampai kayak terbakar. Sedangkan kalau malam saya istirahatnya kadang tidur di SPBU maupun warung-warung tempat pemberhentian truk,” akunya.
Pada 14 Mei 2020 ketika memasuki wilayah Gringsing para temanya yang tergabung dalam wadah Pengemudi Pariwisata Indonesia (Peparindo) mengetahui aksinya. Satrio pun dijemput dan dibawa menuju Sekretaris Peparindo Jawa Tengah di Ungaran pada tanggal sore harinya.
Dan sejak saat itu, dirinya tidak diperbolehkan jalan kaki lagi untuk meneruskan perjalanannya hingga ke kota tujuan, Solo.
“Saat di Semarang itu sebenarnya saya ingin bertemu Gubernur Jawa Tengah, Pak Ganjar untuk menyampaikan warga kita (Jawa Tengah) di Jakarta yang nasibnya sangat kasihan. Dan juga nasib travel-travel dari Jawa Tengah yang ditahan di Polda (Metro Jaya),” ujarnya.
Sesampainya di Solo, Satrio tidak menuju ke rumahnya tetapi ketempat karantina bagi pemudik di Graha Wisata Niaga Solo pada 15 Mei 2020 sekitar pukul 08.00 WIB. Setelah dikarantia, ia berencana akan pulang ke rumahnya yang beralamat di Kelurahan Sudiroprajan, Solo.
“Awalnya sempat takut juga karena embel-embel nama karantina. Tapi ternyata malah di sini nyaman dan penuh kekeluargaan. Kami di sini benar-benar dihargai, makan enak dan ada hiburan juga,” ungkapnya.