in

Selama Belasan Tahun Keluarga ini Harus Tidur di Kandang Ayam, Makan harus dibantu para Tetangga

Dawari dan istrinya, Mardiana saat ditemui di gubuknya di Jalan Rimbawan RT 08, Kelurahan Tanah Merah, Kecamatan Samarinda Utara pada Selasa (22/9/2020) sore (IDN Times/Yuda Almerio).

Inafeed.com – Pasangan suami istri Dawari, 77 tahun dan Mardiana, 55 tahun sudah terbangun dari tidurnya satu jam sebelum matahari terbit. Sejoli di kawasan Rimbawan, Kelurahan Tanah Merah, Kecamatan Samarinda Utara ini sudah hidup di hutan selama 17 tahun, tanpa setrum dan air bersih PDAM.

“Saya tinggal di sini berdua saja (dengan istri),” ujar Dawari saat memulai kisahnya kepada IDN Times pada Selasa (22/9/2020) sore.

Tempat tinggalnya tidak besar, hanya berukuran 2×3 meter dengan dinding kayu dan atapnya dari seng bekas. Atap yang terlihat sudah berubah warna menjadi coklat karena terlalu lama. Ada juga terpal biru dan dedauan kering yang menutup atap.

Lokasi kediaman mereka berada tidak jauh dari jalur utama, Jalan Poros Samarinda – Bontang. Karena terletak di dalam hutan, untuk bisa pergi ke rumahnya dibutuhkan watu karena kira-kira jaraknya 10 KM dari pusat kota Samarinda.

“Namanya hidup, ada susah. Ada juga yang enak. Seperti air laut, pasang dan surut. Kami nikmati saja,” katanya kemudian menyimpul senyum.

Dawari tidak bisa menyembunykan kesedihannya karena harus menetap sejak 2003 karena mendapat mandat untuk menjaga kawasan kebun yang kini sudah berubah menjadi huta dan penh dengan pepohnan rindang. Memang terlihat asri namun ternyata mereka harus tidur berasam sampah botol-botol bekas minuman kemasan.

Jika hujan turun, atap-atap rumah tua mereka akan bocor dan air masuk ke rumahnya hingga mengharuskan keduanya pindah ke kandang ayam yang sudah tidak dipakai lagi.

“Kami pindah-pindah. Kalau ini (rumah) bocor pindah ke sana (sambil menunjuk kandang ayam). Kalau di sana bocor pindah ke sini (rumah),” terangnya.

Selama ini, kedua sejoli ini tidak pernah merasakan listik. Mereka hanya menggunakan lilin sebagai penerang, itupun jika mereka memiliki uang. Mereka menjual botol platik bekas untuk mendaptakn uang. Untuk makan sehari-hari mereka harus bergantung pada belas kasihan tetangga lain yang letaknya tidak jauh dari rumah mereka.

Mereka juga tidak mendapatkan air bersih. Jika ingin mandi, mereka menapung air hujan ataupun terpaksa menggunakan air parit jika tidak ada air sama sekali. Meski harus hidup susah selama belasan tahun, tetapi keudanya tetap besyukur. Mereka juga berharap pemerintah bisa memberi mereka kehidupan lebih baik.

“Kami bersyukur sekali, sing penting Mbah bisa hidup layak,” tutupnya.

Sambil Keluarkan Air Mata, Iis Dahlia Blak-blakan Soal Masalah Rizki DA

Seperti ini 7 Potret Marshanda Tinggal di Amerika