Inafeed.com – Central Intelligence Agency (CIA) selama ini memang sangat berpengaruh dalam kemiliteran pemerintah Indonesia .
Sejauh ini CIA telah melakukan berbagai macam upaya untuk mengrongrong pemerintah Indonesia dengan menyebarkan propaganda hitam, mengadu domba, hingga membiayai aksi pemberontak.
Bahkan pada tahun 1950an , CIA ikut membantu para perwira pembangkang di Sumatera dan Sulawesi yang melawan Soekarno dengan cara mengirim aneka persenjataan, uang dan pilot-pilot militer untuk melawan Jakarta.
Pertempuran antara militer TNI AU dengan CIA ternyata semakin memanas. Di awal tahun 1958, kekuatan Angkatan Udara Revolusioner milik Perjuangan Rakyat Semesta menguasai langit Indonesia Timur. Mereka kerap melakukan penyerangan pada kota-kota yang setia pada Soekarno.
CIA pun tak gencar mencari sasaran terhadap TNI AU mulai dari pangkalan TNI AU ,kapal dagang, kapal TNI AL, markas militer dan pusat perekonomian
Sejak saat itu , serangan-serangan AUREV tergolong sukses besar. Banyak kerugian dan korban jiwa yang ditimbulkan. Pesawat yang menjadi kekuatan AUREV terdiri dari empat pesawat pengebom B-26 Invaders, dua buah pesawat pemburu P-51 Mustang. Mereka juga memiliki berbagai macam pesawat angkut guna menyuplai perbekalan dan mengangkut pasukan. Pangkalan mereka terletak di Filipina.
Hingga pada akhirnya , CIA merekrut para pilot veteran perang yang jago bertempur. Salah satunya Allan Lawrence Pope, seorang pria muda berusia 25 tahun, warga negara Amerika Serikat mengaku berpengalaman sebagai pilot pesawat pengebom. Dia terkenal karena keberaniannya menerbangkan pesawat B-26.
Tanggal 18 Mei 1958, Allan Pope kembali menerbangkan pesawat pengebomnya di atas Ambon. Dia menenggelamkan kapal TNI AL, mengebom sebuah pasar dan gereja.
“Kemudian Pope mengejar sebuah kapal bertonase 7.000 ton yang mengangkut 1.000 tentara Indonesia. Pope berusaha menenggelamkan kapal tersebut,” tulis Tim Weiner dalam buku Membongkar Kegagalan CIA yang diterbitkan PT Gramedia Pustaka Utama tahun 2008.
Pope pun tak tinggal diam , dia terus menghadapi perlawanan sengit. Senjata antipesawat terbang di kapal tersebut terus menyalak. Di belakang B-26nya, pesawat pemburu milik TNI AU sedang mengejar.
Pasukan pilot TNI AU pun terus siap siaga. Salah satu Kapten Udara Ignatius Dewanto mengaku berhaga – jaga di Lapangan Terbang Liang. Saat itulah dia menerima laporan ada pesawat B-26 Invader yang menyerang Kota Ambon.
Setelah mendapatkan laporan itu , Dewanto bergerak cepat. Dia segera memacu pesawat P-51 Mustang terbang mencari musuh.
Kisahnya ini dituliskan dalam buku Bakti TNI Angkatan Udara 1946-2003. Selang beberapa waktu , Dewanto melihat kerusakan akibat serangan pesawat udara. Namun dia tidak menemukan B-26 buruannya.
Dewanto pun sempat bergerak ke arah Barat, Dewanto baru melihat B-26 itu. Rupanya pesawat yang dipiloti Allan Lawrence Pope itu hendak menyerang konvoi Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI).
Pada saat itu juga , Dewanto segera menyerang pesawat musuh itu dengan senapan mesin 12,7 mm dan roket hingga terbakar. Allan Pope menyuruh juru radio Hary Rantung menyelamatkan diri lebih dulu. Saat Pope melompat, kakinya terbentur sayap pesawat hingga patah.
Pope dan Hary Rantung berhasil ditangkap pasukan TNI. Dalam pakaian terbang Pope ditemukan identitas dan daftar penugasannya. Misi rahasia CIA di Sulawesi pun terbongkar. Pope adalah bukti nyata keterlibatan CIA dalam pemberontakan tersebut.
CIA menyadari mereka telah kalah dalam peperangan tersebut. Bos CIA Allen Dulles langsung mengirimkan telegram kilat pada para perwira di Indonesia, Singapura dan Filipina, keesokan harinya.
“Tinggalkan posisi, hentikan pengiriman uang, tutup jalur pengiriman senjata, musnahkan semua bukti dan mundur teratur,” perintah Dulles.
Operasi CIA pun akhirnya gagal total. Untuk menutupi rasa malu mereka, pemerintah AS pun berbalik mengirimkan bantuan pada Indonesia.
Pilot TNI AU memang tak ada tandingannya guys, semoga kemiliteran Indonesia terus menunjukan prestasinya.